Si Gadis Berambut Indah
http://www.gograph.com/illustration/childs-drawing-fo-two-friends-holding-hands-gg68022598.html |
Apa kamu percaya dengan yang namanya kebetulan? Setiap kejadian selalu ada alasanya, saya yakin itu. Tapi tidak semua alasan harus saya pahami. Saya ini pemalas. Malas berpikir untuk hal yang tidak perlu-perlu amat. Dan sebagai pembelaan, saya akan berkata: karena terkadang menjadi tidak tahu itu lebih mengasyikan.
Sabtu siang, waktu yang baik untuk melamun, saya tiba-tiba teringat seorang teman SD. Awalnya karena saya kangen sama pacar lama saya. Pacar lama saya itu kakak kelas saya saat SD. Lalu saya mulai mengingat-ingat muka teman-teman SD. Saya mencoba mengabsen mereka satu persatu. Entah kenapa yang pertama muncul di ingatan saya adalah seorang gadis kecil yang cantik. Waktu itu saya lupa siapa nama dia. Yang jelas saya ingat, saya tidak begitu dekat dengan dia. Dari kecil saya memang lebih suka bermain dengan semua orang ketimbang punya teman akrab dua atau tiga orang.
Suatu saat, saya sedang dekat dengan gadis mungil ini. Ah iya! Nina namanya. Rambut panjang lurus hitam kelam, panjangnya sepinggang. Rambutnya indah. Gadis ini kuning langsat layaknya keturunan Tionghoa lainnya. Tapi dia memiliki sepasang mata yang besar untuk ukuran orang Tionghoa. Dia lebih tinggi sekitar 8-10 cm ketimbang saya. Beberapa kali kami mengobrol, kami langsung akrab.
Suatu siang seorang temanku yang lain berkata, "Kamu hati-hati kalau temenan sama Nina. Nanti ibumu dimintai uang sama ibunya Nina. Alasanya selalu sama, untuk uang sekolah atau untuk buka warung. Tapi gak jelas uangnya kemana."
Saya masa bodoh. Bagi saya, saya bermain dengan Nina bukan dengan ibunya. Masa bodoh ibunya mau ngapain. Saya bahkan tidak tahu teman-yang-lain berbohong atau tidak.
Saya lupa bagaimana cerita detilnya, suatu Sabtu siang, saat yang baik untuk melamun, ada suara memanggil dari depan pagar rumah. Saya bergegas keluar kamar dan membuka pintu depan. Ternyata si Nina dan ibunya. Saya langsung teringat cerita teman-yang-lain.
"Hanna kamu sudah mengerjakan PR ini belum?" suara Nina kecil sekali sampai-sampai aku mengira dia berbisik.
"Sudah." kamu belum tahu Bapak saya. Tidak ada akhir pekan yang indah jika PR belum selesai.
Hening sejenak.
"Kalau tugas prakarya sudah selesai Hanna?" suara Ibu Nina memecah jeda.
"Belum sih. Tapi sudah tahu mau membuat apa." sebagai anak kecil yang penuh antisipasi, aku sudah tahu arah pembicaraan.
"Ke warung mau ya sama Nina. Beli bahan prakarya." aku melihat Ibu Nina mengeluarkan selembar uang seribu rupiah.
"Gak mau. Warungnya jauh. Biasanya sore Bapak antar pakai sepeda motor, lalu kita kerjakan prakaryanya bersama." ya membuat prakarya bersama Bapak menjadi salah satu waktu favoritku. Aku tidak rela jika harus mengerjakan bersama orang lain.
"Yasudah tidak apa. Boleh panggil Mama nya Hanna?" Ibu Nina sudah mulai kehilangan akal.
"Oke aku panggilin Ibu."
Aku masuk ke dalam rumah. Berjalan ke kamar Ibu sambil berpikir. Apa aku bohong saja ya, bilang Ibu sedang tidak ada di rumah. Kasihan nanti kalau uangnya Ibu tidak dikembalikan. Bagaimana kalau nanti kami jatuh miskin karena uang Ibu tidak dikembalikan. Tapi...bagaimana nanti kalau Nina mendadak hilang dan ternyata putus sekolah karena ibu tidak memberi pinjaman uang.
Ya Tuhan, bahkan aku masih kelas 4 SD.
"Bu, itu Ibunya Nina mau ketemu sama Ibu."
"Nina? Oh oke."
Kurang lebih pembicaraan yang terjadi antara aku dan ibuku seperti itu.
Ibu berjalan ke teras depan rumah. Aku masih mengikuti ibu. Ibu keluar lalu menutup pintu depan. Karena aku penasaran, aku mengintip dari jendela rumah yang posisinya kebetulan sekali dipunggungi mereka. Aku tidak bisa mendengar jelas apa yang mereka bicarakan. Lama kelamaan aku mulai bosan mengintip. Tak lama aku melihat Nina menunduk, tangan kanannya menyeka mata. Apa Nina menangis? aku benar-benar merasa iba. Aku marah. Aku benci lihat muka Ibu Nina. Aku pun masuk ke dalam kamar dan cerita dengan kakaku.
Tak lama aku mendengar suara pintu depan ditutup. Itu pasti Ibu. Pasti pembicaraanya sudah selesai. Aku menjadi cemas tapi penasaran. Aku keluar kamar dan melihat ibuku masuk kamarnya. Nampaknya ibu sedang berbincang dengan bapak.
Aku tak sabar ingin bertanya. Aku menunggu di depan TV. Pura-pura menonton tapi sebenarnya menguping.
"Bu ibu, ibunya Nina pinjam uang ya?" aku benar-benar penasaran.
"Iya."
"Kata temen-temen aku, ibunya gak pernah balikin loh uangnya."
"Iya. Tapi Ibu memang tidak minta dikembalikan."
Aku diam. Aku berpikir jangan-jangan ibuku dibodohi.
"Kok begitu?"
"Ibu sudah tau dek cerita tentang Ibunya Nina. Dibalikin syukur tidak juga tidak apa."
dari Ibu, aku belajar arti tulus.
"Temanmu kasihan, dia malu pasti. Kamu tidak perlu cerita-cerita ke teman-teman di sekolah ya."
dari bapak aku belajar melindungi teman yang tidak bersalah.
Dan cerita itu selesai sampai di sini. Saya lupa kelanjutannya. Saya lupa saya masih temanan atau tidak dengan Nina setelah itu, Bahkan saya tidak tahu dia SMP dimana.
Dan tadi pagi, saya mendapat notifikasi friend request di salah satu sosial media. Nina Natalia adalah nama yang muncul. Nina si gadis berambut indah yang sekarang rambutnya masih indah. Nina yang muka ibunya bikin saya kesal.
Ya ini semua kebetulan. Entah alasan atau tujuanya apa.
Comments
Post a Comment