Life is so generous

"Don't angry if life doesn't give you what you've asked for, because life will always give you people, situation, time, place that allow you to develop what you ask for." Tracy Macmilla, from TEDx.

Kurang lebih, itu kalimat yang saya dengar ketika menonton TEDx via YouTube. Ketika saya hanya bermaksud berlatih listening Bahasa Inggris, saya pun juga mendapat pelajaran hidup.

Terkadang, kalimat dari TV show, radio, atau bahkan orang-orang disekitar kita begitu indah untuk didengar. Tapi sayangnya kalimat itu hanya lalu begitu saja sebelum kita merasakan langsung. 
"Gila ya, lo tuh beneran tambah dewasa beneran by experiences." temen saya sejak SMA mengatakan itu saat saya menceritakan suatu penggalan hidup saya. Ya, kebetulan saya orangnya agak bebal memang, kalau belum rasain sendiri, belum masuk ke otak.  

Satu tahun terakhir, hidup saya memang luar biasa. Saya dipertemukan dengan banyak sekali orang yang membuat hidup saya "naik turun", begitu cepatnya sampai-sampai seakan tidak ada waktu bagi saya untuk bersedih lama-lama.

Yang pertama, saya bertemu laki-laki yang luar biasa. Tapi pada akhirnya hubungan kami selesai karena alasan orientasi sex. Yang dia butuhkan bukan saya. Tanpa ada maksud bersikap nyinyir, ini benar dari hati saya. Dia membutuhkan laki-laki yg luar biasa.

Yang kedua, saya bertemu laki-laki maniak sex. Saya tidak bilang sex pranikah adalah buruk. Saya tidak mau bilang free sex adalah buruk. Bagi saya sah-sah saja selama sex dilakukan bukan atas dasar pemaksaan, atau ada yang salah satu terikat komitmen dengan perempuan lain. Sudah pasti ini gagal, bukan mereka yang saya cari. Karena dia sudah berpacar. Mungkin ada yang berpikir, yasaudah lah toh bukan beristri. Bagi saya tidak, karena pacaran itu juga salah satu bentuk komitmen.  Jangan salah, dia baru jujur kalau dia sudah berpacar saat kami sudah sebulan begitu dekat. Di sini saya begitu banyak belajar, banyak orang-orang yang impulsif dengan kebutuhan badaniah. Begitu banyak org yang otaknya hanya diselangkangan. 

Yang ketiga saya bertemu dengan laki-laki yang juga luar biasa. Dia lucu. Ya kata orang awal rasa suka karena kamu bisa tertawa selama bersama dia. Ini ajaib, sesebentar apapun saya bertemu dia, atau bahkan hanya jika chat lewat whatsapp, saya selalu senang. Dia luar biasa dengan kedewasaanya, dengan pola pikirnya, dengan visinya, semuanya membuat saya kagum. Sampai kita sudah cukup dekat untuk memulai pembicaraan serius. Sampai pada akhirnya dia terbuka jika baru 8 bulan lalu dia bercerai dengan istrinya. Pernikahan mereka dikaruniai seorang anak yg sekarang sudah berumur 3 tahun. 
Awalnya saya semacam menghakimi dia. Saya benci perceraian rumah tangga dimana disitu seorang anak sudah hadir. Saya menghakimi bahwa dia dan mantan istrinya begitu egois. Tapi seorang teman menasehati saya, terkadang ada kondisi-kondisi dimana pernikahan memang tidak bisa diselamatkan. Ada kondisi memang perceraian adalah yang terbaik. Perihal mengasuh anak, peran sebagai ayah atau ibu itu bisa tetap dilakukan meskipun perceraian sudah terjadi. Ya tapi otak saya belum bisa sepebuhnya mentolerir itu semua.   
Kami bubar. Ya lagi-lagi yang dia butuhkan bukan saya. Dia membutuhkan perempuan berhati besar. Dia membutuhkan perempuan yg juga luar biasa.

Yang keempat, saya bertemu laki-laki yang fanatik akan agama. Kami seiman, tapi dia berhasil membuat saya tidak nyaman dengan kefanatikanya. Saya sempat sedih. Selama bersama dia, saya merasa begitu direndahkan karena padangan-pandangan saya tentang hidup, terutama tentang Tuhan. 
Dengar, semua agama mengajarkan kebaikan dengan sesama. Semua saya rasa. Tapi hubungan saya dengan Tuhan adalah urusan pribadi saya, selama saya berbuat baik dengan sesama bagi saya itu bukan hal yang perlu dihebohkan. 
Dia laki-laki yang begitu hebat, dia taat menjalankan perintah agama yang dia anut. Tapi terkadang, sayangnya ada kondisi dimana religiositas tidak berbanding lurus dengan spiritualitas. Saya sangat menyayangkan ini. 
Sudah pasti kami gagal. Tapi setidaknya orang ini menyadarkan saya bahwa dua hal tadi sama pentingnya dalam hidup. Itu yang menjadi landasan saya bergabung dengan komunitas yang mudah-mudahan bisa mengembangkan kedua sisi tadi: religiositas dan spiritualitas. 

Yang kelima, jujur awalnya saya takut. Tanganya penuh tato. Tapi ternyata dia punya alasan yang membuatnya dia menjadi berbeda. Dia begitu unik dengan segala cara hidupnya. Banyak sekali prinsip-prinsip dia yang bertolak belakang dengan apa yang saya terapkan dalam hidup saya. Tapi toh ternyata dia pribadi yang hangat. Dia pribadi yang luar biasa dengan segala latar belakang dan kondisi yang ada. Dari dia, mata saya semakin terbuka, kenyamanan untuk hidup bisa menjadi hal yang amat sangat diperjuangkan.

Ya, kehidupan memberikan saya begitu banyak kesempatan untuk belajar. Dan saya tidak sabar untuk ditempatkan bersama orang di kondisi dan waktu dimana saya bisa belajar hal baru. 

Comments

Popular Posts