Yuk Nenda di Sukabumi

"Han, ini gak sebagus yang gue prediksi. Kita harus bikin keceriaan kita sendiri." teman saya, Leo namanya, yang biasanya irit berkata-kata saat di ibu kota, justru dia yang menginisiasi percakapan ketika kita baru sampai di Pantai Palangpang, Ciletuh Geopark, Sukabumi.

****

Ini merupakan perjalanan paling mendadak yang pernah saya alami, kata-kata Ciletuh baru saja terucap H-4 jam. Berawal dari kepayahan kami mencari homestay di Pahawang, akhirnya begitu saja tujuan perjalanan diubah menjadi Sukabumi.
Letak Pantai Palangpang di peta

Kami memutuskan berangkat jam 21.00 dari Depok. Perjalanan kali ini, saya dan Rani yang paling tua, empat lainnya junior kami yg masih pada kuliah di Depok. Semacam dua tante dengan empat adek-adek emes. Jam 17.00 teng saya jalan di Cikarang, jam 19.40 sampailah di stasiun Juanda, lalu saya nyambung naik KRL turun di Pocin sekitar jam 20.30.

Sekitar pukul 21.00 kami berangkat. Tujuan pertama ke rumah teman kami di Bogor, mau pinjam tenda. Setelah mengambil tenda, kami melanjutkan perjalanan, memotong jalan, tembus-tembus sudah dekat pabrik Pocari Sweat. Lumayang tidak perlu kena macet perempatan cisarua. Setelah itu, saya tertidur dengan puas berkat pil merah jambu (teman perjalanan saya yang katanya anti mabok), bangun-bangun sudah di daerah pegunungan, kata teman saya ini sudah di Pelabuhan Ratu. Salut untuk dua adek yang bertugas menjadi supir, mereka hanya tidur 40 menit saat mobil kami menepi di pom bensin.

Saya sempat menikmati sunrise dari dalam mobil. Itu merupakan momen hening bagi saya, padahal saat itu kedua adek saya masih ribut kebingungan mencari jalan. Dengan bantuan google maps dan bertanya pada orang lewat, akhirnya jam 08.00 kami sampai di Cilteuh Geopark. Jika kamu bertanya arah jalan pada penduduk sekitar, tanyalah Ciletuh Geopark. Kesalahan kami adalah kami bertanya dimana puncak Dharma, yang masih terdengar asing bagi penduduk sekitar.

Ciletuh Geopark sendiri terdiri dari Pantai Palangpang, Puncak Dharma, Curug Cimarinjung, dan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Ciwaru (tentu saja jika kamu menganggap pasar adalah tempat wisata juga).

Awalnya kami berencana mendirikan tenda di Puncak Dharma karena pemandanganya lebih bagus, kata orang. Tapi ada daya, panas terik siang itu membuat kami terlebih saya malas untuk melanjutkan perjalanan dengan pendakian. Akhirnya kami memutuskan bermalam di Pantai Palangpang.

Pantai Palangpang
Ah, pantai ini sepertinya belum rampung dibangun lalu dibiarkan begitu saja. Ada tulisan semacam HOLLYWOOD gitu di sisi depan, ada jalan setapak yang ujungnya terputus begitu saja. Pantai pasir hitam, dengan ombak yang setenang danau karena lokasinya di teluk. Dekat tulisan besar, rumput liar tumbuh begitu saja, beberapa pohon kecil dengan penyangga kayu nampaknya hidup tak sehat. Banyak warung panggung di sejajar pantai menjaja kelapa muda, minuman botol, nasi ikan bakar, nasi goreng, dan tentu saja mie instan. Untuk list harga, akan saya jabarkan di bawah ya.

Tulisan Geopark Ciletuh, tempat banyak orang berfoto. Pantainya masih gersang ya.

Di sini juga ada penginapan lengkap dengan kasur, TV, AC. Harganya bervariasi tapi kisaran 1 juta. Penginapan model villa kecil, ada teras, dapur, kamar mandi dan ruang tidur. Cukup menampung hingga 10 orang. Ada juga kamar-kamar yang disewakan Rp250.000/malam. Tapi saya belum sempat cek kelengkapan kamar tersebut.
Beberapa penginapan ada di tepi pantai.
Pantai nya kering banget.

Kami? Kami memilih untuk mendirikan tenda di tepi pantai. Kami pun membagi tugas. Leo dan saya bertugas ke pasar. Rani, Monang, Citra, Neke bertugas mendirikan tenda.
Berteduh di bayangan mobil. Di dalam tenda rasanya seperti di dalam oven

Berkat ide bung Monang, ia memindahkan mobil dari area parkir ke dekat tenda. Mau nutupin tenda dari matahari, katanya. Siang itu memang terik sekali. Sayangnya idenya kandas ketika salah satu ban mobil malah terpelosok dalam ke pasir.
Mereka usaha keras, saya malah foto-foto

"Kalau nyetir di pasir mah harus kencang, kalau pelan-pelan ya begini nih." oceh seorang pedagang es yang siang itu justru sibuk membantu mendorong mobil. Saya yang merasa tenaga saya sia-sia dalam hal mendorong mobil, akhirnya saya memilih membersihkan ikan di tepi laut. Menjelang sore, akhirnya mobil selamat tak lama hujan deras turun.
Di alam terbuka, kamu bisa melihat hujan turun dari jauh.
Iya itu bagian yang seperti awan runtuh

Selesai mandi sore di toilet umum, saya kembali ke tenda dan tenda saya sudah menjadi kolam. Angin nya kencang sekali, tenda kami basah kuyub dan merembes lah air masuk sampai jadi genangan di dalam. Akhirnya malam itu, saya dan para wanita memutuskan tidur di warung terdekat. Para lelaki tetap bersikeras menunggu hujan reda untuk bisa bakar ikan lalu tidur di tenda. Malam lewat begitu saja, sampai jam 5.30 saya bagun di jam alami saya. Masih gerimis. Saya duduk lama di emperan warung, diam saja melihat pagi mulai datang, suara ombak halus tertangkap telinga. Sekitar jam 7 satu persatu ibu-ibu bangun dari tidurnya lalu kami pun ke pasar ikan!

TPI Ciwaru
Tempat pelelangan ikan di sana tidak begitu besar, beberapa jenis ikan, udang, kepiting bisa ditemukan di sana. Tukang bubur ayam juga ada. Tukang martabak manis ajaibnya juga ikut meramaikan TPI. TPI tidak terlalu jauh jaraknya dari tulisan Ciletuh Geopark, kurang lebih 1 km. Bisa berjalan kaki di sepanjang tepian pantai, sembari membasahi kaki dengan air laut, lalu lanjut dengan jalan berbatu lalu jalan semen.

Saya sudah mengincar bubur ayam di pasar dari hari pertama datang. Tapi apa daya, abangnya tidak menyediakan wadah untuk dibawa pulang. Saya masih enggan untuk menikmati bubur di tempat, amisnya tidak karuan. Alhasil, saya gagal makan bubur di pasar ikan.

Plang nama TPI Ciwaru, sebelahnya gerobak hijau, gerobak tukang bubur
Perahu nelayan menepi di sisi TPI
Saya baru sadar ternyata sulit ya memfoto pasar
Martabak manis yang kata Monang baunya amis
Wefie dulu sambil nungguin 'bapak-bapak' pada mandi.
Kita aja yang perempuan pada gak mandi.

Curug Cimarinjung
Setelah sarapan di warung, sekitar jam 8 kami berjalan ke curug. Mobil bisa dibawa sampai ke tempat parkir terdekat. Ada dua parkiran. Ternyata kami memilih parkiran bawah yang artinya harus berjalan lebih jauh. Tapi itu suatu bonus karena perjalananya indah sekali. Benar-benar kiri kanan sawah dan jurang. Untuk ke curug disarankan jangan memakai sandal jepit apalagi sandal cantik karena jalanan berumput tanah merah, kadang bebatuan.
Plang nama curug di parkiran mobil

Melawati sawah menuju curug

Curug Cimarinjung, cantik ya
Full team di depan curug

Setelah puas berfoto, kami pun langsung pulang ke Jakarta. Perjalanan sampai Jakarta kurang lebih 11 jam, mungkin karena akhir pekan juga.

Comments

Popular Posts