Ketoprak Humor
(Source : http://www.annapereira.com/to-light-a-candle/) |
Senayan pukul enam sore. Aku dan si calon dokter berjalan kaki dari GBK ke Plaza FX. Menikmati sushi yang katanya diskon 25% untuk pelajar dan mahasiswa. Untung masa kemahasiswaan calon dokter lumayan lama. Ada untungnya juga ternyata.
Lima belas menit lalu kami berdua bangga bisa membakar lemak perut tanpa ampun, tapi lima belas menit lagi lemak-lemak baru siap bergelayutan di perut. Lari sore sekarang sudah menjadi ritual setiap Jumat. Lari 20 menit, jalan santai 40 menit, lalu makan kalap.
Badanku masih lembab karena peluh. Angin malam mulai bertiup, pertanda si bola merah sudah siap pergi. Langit berawan, warnanya pucat seperti hantu, mungkin nanti malam akan turun hujan. Si calon dokter sibuk berceloteh tentang teman kampusnya. Aku sibuk mendengarkan. Tukang sate sibuk membakar daging. Banci sibuk menggoda orang lewat. Kernet Kopaja sibuk menarik penumpang. Semua orang sibuk. Satu Jakarta sibuk.
Jakarta, kota yang paling dibenci oleh warganya sendiri. Mungkin aku satu-satunya penggemar kota ini. Jakarta punya banyak cerita. Di Jakarta, orang bercerita. Di Jakarta, orang membuat ceritanya sendiri. Silahkan pilih, mau cerita sedih, cerita mengharukan, cerita lucu, cerita bahagia, cerita pilu, cerita cinta, cerita hantu, semua ada tinggal kau pilih atau merancangnya sendiri juga bisa.
Jalanan ribut bukan main, semua jenis mobil ada di jalanan. Sekarang kepalaku ikutan mulai ribut sendiri. Mempertanyakan kebodohanku. Anak jalanan mulai bernyanyi, entah lagu apa. Tunggu. Sepertinya mereka bukan bernyanyi. Mereka tertawa, mentertawakan kebodohanku. Cepat-cepat aku berjalan, menutup mukaku yang sudah memerah. Demi Tuhan, kalau hati bisa memilih tidak akan pernah sekalipun aku memikirkan pilihan ini. Lagi-lagi aku harus malu karena kebodohanku sendiri. Aku mulai memaki diriku sendiri. Sepertinya aku sudah kena penyakit gila.
Enggan aku mengakui semua ini salah. Menjadi dewasa itu menyebalkan, harus selalu memaksa hati untuk tidak egois. Aku kadang bingung dengan cara semesta bekerja. Hal lama yang sudah tidak pernah aku rasakan lagi tiba-tiba muncul di depan mata. Jika ini yang namanya kejutan, ini semua salah tanggal. Hari ini bukan ulang tahunku.
Mau tahu bagian yang lebih mengenaskan? Cerita yang baru saja aku mulai harus rela mati hari ini. Rasanya aku ingin membunuh waktu, memeluk ibu dari semua keriduan. Tapi percuma, kamu tetap kaku. Sekeras apapun aku berusaha, semudah menghempas angin kamu tetap tidak mau tahu. Mungkin aku masih jauh dari predikat baik. Mungkin kamu enggan jalan bersisian. Kalau begitu mari kita sudahi saja, sebelum semuanya terlalu dalam.
"Han! Lo dari tadi bengong?"
"Hahahaakk...duh malu ketauan."
"Santai Han. Biarkan semesta yang bekerja." Sahabatku si calon dokter ini memang paling jago menebak isi kepalaku.
"Hidup gue lawakan amat sih, Shin."
Comments
Post a Comment