Apartemen & Bianglala

Bianglala

Bipbipbip, telpon gengamku berbunyi. Aku melirik sekilas. Pramana ternyata.
Udh dmn?
Pesan singkat, benar-benar singkat ini mah. Hahaha. Aku membalas, singkat juga. Kelihatanya Pramana sudah sampai duluan. Sebelum berangkat aku sudah berpesan aku akan terlambat, tukang yang merenovasi kamarku datang telat pagi tadi. Jadilah aku harus menunggu lebih sabar. Menunggui mereka memasang lampu tidur dan menaruh segala barang sesuai yang aku mau. Sudah dua hari ini aku rombak kamarku total. Dicat ulang, tempat tidur baru, dan tentunya lampu tidur baru. Hari ini tinggal finishing jadi aku pikir tidak akan lama, eh ternyataaa...dasar orang Indonesia. Hahaha.

Hari ini aku dan Pramana akan bertemu. Tunggu dulu, ini bukan nge-date kok. Kami berdua akan bertemu teman-teman kami yang lain. Yah sekedar malam mingguan yang katanya ala anak muda. Sebenarnya kami akan ke apartemen salah satu teman kami. Apartemen itu bersebelahan dengan mall. Karena aku buta arah, jadilah aku meminta Pramana menunggu di mall itu (ya meskipun sudah dengan rinci, temanku memberitahu jalan dari mall ke apartemennya,hahaha).

Aku sampai! Tadaaaa... dan segera mencari Pramana. Tidak perlu ditanya sudah pasti dia di food court. Menunggu sambil makan, bisa apalagi dia? Gak mungkin dia nunggu sambil nyalon,hahaha.
Begitu masuk ke area food court, aku mencari dia. Aku sudah melihatnya dari jauh. Ternyata dia tidak sendirian. Ada dia. Dan tentunya juga ada temanku yang punya apartemen dan pacarnya. Kalau dilihat dari jauh mereka berempat lagi kayak double date. Aku terkekeh sendiri, ya ampun..double date itu jamanya Sanchai sama Tomingse. Tapi aku tahu, sebenarnya ada sedikit rasa iri saat melihat Pramana tertawa renyah ke arah dia. Haaahhh sudahlah.... aku akhirnya memutuskan membeli makanan dulu baru ke meja mereka.

Entah kemana nafsu makanku. Padahal saat itu sudah lewat jam makan siang dan aku belum makan apa-apa selain segelas cokelat tadi pagi. Tapi aku hanya memesan kebab dan segelas es lemon. Aku bengong sambil menunggu makananku matang. Heehhh kenapa bisa ada dia disini? HPku berbunyi halus, aku sedikit terkejut. Pramana yang menelpon.
"Hannnaaaa udaaaaaahh dimanaaaaaaaaa?" Aku tahu persis nada lambat-lambat manja setengah berteriak itu bukan milik Pramana. Haduh, bagaimana bisa HP Pramana ada di tangan dia?
"Hemmm udah di food court kok. Lagi pesen kebab. Bentar lagi ya."
"Okeeeeeeeeeeyyyyyyyyy..." Aku memasukan HPku ke kantong, memaksanya masuk lebih tepatnya. Aku kesal. Gak lama pesananku matang. Entah kerasukan apa, aku segera melahap kebabku disitu. Yapss sambil berdiri di tepi meja kasir. Aku gak peduli itu aneh.
"Han, kok makannya berdiri?" Kontan aku menoleh. Pramana. Aku hanya bisa terus berpura-pura menikamati kebabku. Aku cuma tersenyum dengan mulut penuh kebab.
"Yuk ke meja aja." Aku pun hanya mengangguk dan mengikutinya pasrah.
Nyatanya kebabku sudah habis begitu sampai meja mereka. Nampaknya aku begitu rakus menghabisi kebabku. Pramana menarik kursinya dan menyuruh aku duduk.
"Makanan gw udah abis. Langsung jalan aja yuk ke apartemen lu." Aku berkata ke arah temanku itu.
Semua berdiri dan bilang oke.

Sudah pasti temanku jalan bersama pacarnya. Dan entah kenapa aku kehilangan mood untuk mengobrol dengan Pramana. Aku memilih jalan sendirian. Temanku dan pacarnya di depan. Pramana dan dia di belakang. Dan aku ditengah, asik menyeruput es lemonku. Ternyata sedang ada event entah lomba apa untuk anak-anak. Pastinya mall ini jadi dipenuhi balita sampai kisaran anak TK. Aku tersenyum kearah mereka. Mencubit pipi mereka dengan gemas, padahal ada papahnya disampingnya. Hahaha. Entahlah anak-anak seperti malaikat. Mereka selalu berhasil membuatku tersenyum.

Tak jauh dari situ ada toko roti. Temanku dan pacarnya bilang mereka mau beli roti buat besok sarapan. Aku pun berbelok ke toko itu. Bau roti itu selalu menggoda. Aku pun membeli satu langsung bayar di kasir dan langsung makan di tempat. Sepertinya perutku sudah kembali normal, meraung-raung minta jatah makan siang. Aku menghabiskan rotiku sambil memandangi malaikat-malaikat kecil itu.
"Mau diliatin sampe kapan?" Lamunanku buyar.
"Hahaha...eh yang lain kemana?" Kontan aku celinguk-an.
"Udah pada jalan duluan daritadi, Han." Jelasnya sambil tersenyum, entah mentertawaiku atau apa.
"Hah serius? Kok gw gak liat mereka lewat sini?" Aku bingung, daritadi kan aku berdiri di pintu toko roti ini.
"Iyalah orang lu dari tadi bengong." Aku hanya bisa menjawab dengan ohhhh panjang.
"Kalo si kakak itu kemana? Udah duluan juga?" Aku penasaran dia dimana.
"Tadi ke toko obat, gatau cari apa. Yuk jalan." Dan seperti biasa aku tidak bisa bilang tidak.

Kami berjalan ke aprtemen temanku. Ternyata Pramana sudah tahu jalan. Sesaat kami diam. Aku masih kehilangan mood untuk mnegobrol.
"Minggu lalu gw ke dufan loh."
"Oh suka dufan juga? Kirain gamau buang-buang duit buat main-main doang." Entah kenapa nadaku begitu ketus. Mendadak aku merasa tidak enak hati.
"Oom haus, bagi minum dong." Aku memang terbiasa memanggilnya oom karena dia botak dan buncit seperti oom-oom pada umunya. Pramana pun menyodorkan botol minumnya.
"Dapet tiket gratis dari kantor mami, Han." jelasnya.
"Hahahaaa pantesan mau kesana." jawabku sambil menyodorkan kembali botol minumnya.
"Eh emang lo berani? Kan lo naik bianglala aja takut. Bukanya lo takut tinggi ya?" nada lambat-lambat manja itu kembali muncul. Entah dari mana asalnya dan sejak kapan dia ada di belakang kami. Pramana hanya menanggapi dengan tertawa. Aku pun tertawa dalam hati, kenapa ini orang selalu muncul?
"Tuh apartemenya." Pramana menunjukan bangunan minimalis di depan kami. Kurang lebih ada 20an lantai.
"Padahal gw pengenya tinggal di apartemen loh. Tapi lo takut tinggi kan ya?" tanyaku sekenanya.
"Ya kalo gitu nanti kita beli apartemen yang di lantai satu aja biar gak ketinggian." Pramana pun tertawa setelah berkata-kata demikian. Aku melihat ke arahnya. Aku terpaku. Apa tadi Pramana bilang? Kita beli apartemen? Bahkan Pramana pakai kata-kata kita. Aku hanya tersenyum ke arahnya.

Aku membuka pintu geser dekat ruang makan. Pintu itu menghubungkan ruang makan dan teras kecil. Aku butuh udara segar. Temanku, pacarnya, dia, dan Pramana sedang asik main kartu. Permainan nampaknya tambah seru, karena teman-temanku yang lain sudah mulai berdatangan. Aku bisa mendengar gelak tawa mereka dari teras. Teras ini menghadap langsung ke arah jalan raya. Lampu-lampu mulai dinyalakan. Suasana Jakarta malam mulai hidup. Tapi aku memilih memejamkan mata dibanding menikmati itu semua. Aku hanya merasakan angin yang menggelitik mukaku. Perlahan suara tawa mereka terdengar sayup. Aku menghirup nafas begitu dalam. Mendadak, pintu geser itu terbuka kemudian tertutup lagi. Aku pun menoleh.
"Apa yang gw ga tau dari lo, Oom?" tanyaku sambil menoleh lagi ke arah luar.
"Apa yang lo tau dari gw?" Pramana balas bertanya.
"Gw tau lo suka brownies, lo suka chocoball bikinan gw, lo suka minum susu, lo suka sarapan indomie, lo ga kuat pedes karena punya sakit maag dan lo selalu makan dua porsi. Oh ya, lo ga suka camping, lo ga suka kegiatan outdoor pokonya karena lo gampang masuk angin, lo ga suka duduk atau tiduran gak pake alas, dan lo selalu bawa jaket di dalam tas. Lo juga ga suka kotor makanya lo selalu bawa tisu basah. Satu lagi lo ga suka keliatan cupu." Lancar sekali rasanya bibirku berkata-kata.
"Wow. Lo tau hampir semuanya. Dan hari ini lo tau gw takut tinggi." Pramana tersenyum memandangku. Pandanganya begitu teduh.
"Kalo lo. Lo ga suka toge, nanas, melon, usus ayam. Lo sukanya kopi, pizza, pasta, sama ikan, lo harus sarapan milo anget sama roti selai coklat. Lo bisa tidur dimana aja termasuk di halte bus (kali ini Pramana terkekeh). Lo suka camping pokoknya semua kegiatan outdoor yang menurut lo super menantang tapi lo ga pernah bisa nyebrang jalan. Lo selalu bawa hand sanitizer dan oil face paper di tas lo. Oh ya lo juga sukaaa banget baca buku." Pramana tersenyum. "Ada lagi yang harus gw tau?" Pramana menyambung kembali. 
"Gak ada." jawabku refleks.

Sudah bisa ditebak, selanjutnya kami mengobrol begitu panjang. Sudah larut malam dan aku baru ingat aku harus pulang.
"Oom gw mau pulang. Lo pulang apa nginep disini?" Tanyaku sambil melirik jam tanganku.
"Pulang kok. Yuk mau sekarang?"
"Pulangnya ntar aja. Kan Pramana rumahnya deketttttt.... makan dulu aja yuk ama yang lain." Lagi-lagi suara itu muncul. Heehhh jadi cuma Pramana nih yg diajak makan? batinku kesal.
"Hmmm kayaknya makan dulu juga asik." Dan aku begitu terkejut mendengar keputusanya yang mudah sekali berubah.
"Oh oke kayaknya gw pulang duluan." Aku segara masuk dan mengambil tasku. Aku berbasa-basi sedikit dengan teman-temanku yang lain lalu berpamitan. Aku tidak menoleh lagi ke arah Pramana.

Bibpbipbip.
Udh dmn?
Aku hanya melengos. Pramana yang mengirim pesan singkat. Bagaimana mungkin ada orang yang begitu polosnya? Begitu tidak pekanya? Ya ampunnn....
Udh di rmh. Bye
Aku membalas cepat.
Ok. Met tidur ya. Tidur yang nyenyak besok pagi Gereja. mGBU
Pramana kembali membalas. Aku segera menonaktifkan HP ku dan tertidur.

Sampai sekarang aku tidak pernah bisa menebak isi kepala Pramana yang begitu mudah berubah.

Comments

Popular Posts