Arya dan Anjani (4)

Kali ini ada cerita sendu dari hidup Anjani. Anjani sedang patah hati. Tiga malam rasanya kurang untuk mengeringkan air mata. Pasalnya Anjani ditinggal nikah. Nama laki-laki itu Alfredo, orang yang selalu diakuinya sebagai cinta monyetnya. Tapi siapa sangka perasaan sayang sudah begitu dalam dia rasakan, tanpa dia sadari tetunya. Mata Anjani sudah seukuran jeruk Pontianak tapi air matanya masih saja terus mengalir. Mungkin kali ini Jani ingin benar-benar larut dalam kesedihan. Ia benar-benar ingin bersama-sama dengan rasa sakitnya.

Sudah hampir pukul 11 malam ketika akhirnya Jani menyerah. Rasanya seperti ada yang menyiram kuah bakso ke matanya, panassssss. Jani tidak tahu lagi harus menghubungi siapa selain Arya. Awalnya Jani ragu, Arya baru saja sembuh dari demam. Tapi yang ada di kepala Jani sekarang cuma Arya. Arya sahabatnya yang tidak pernah berkata tidak. Hanya dibutuhkan waktu 15 menit bagi Arya untuk muncul di beranda kosan Jani.

"Aku udah di luar." Pesan singkat masuk ke telpon genggam Jani. Jani hanya sempat mengabil dompet dan telpon genggamnya lalu segera mengunci kamar dan keluar. Jani bergegas masuk mobil dan duduk manis di samping Arya.
"Maaf ya aku ganggu kamu malem-malem. Kamu udah sembuh?"Arya hanya menatap ke depan sambil mencengkram kemudi, mengacuhkan pertanyaan Jani.
"Tadi aku salah jalan. Tuh tadi aku lewat situ." Arya menunjuk jalan di sebelah kanan.
Sambil memakai safety belt, Jani menatap Arya dengan perasaan bersalah. Ada jeda lama diantara mereka. Jani membetulkan posisi duduknya tapi masih saja tetap salah. Diam-diam Jani melirik kikuk ke arah Arya.
"Kamu tuh kenapa?" Suara Arya terdengar lunak. Jani tersenyum lega, keadaan sudah kembali mencair.

Dua jam mereka duduk berhadapan. Kadang berperan sebagai ilmuan, kadang sebagai 'buruh pabrik', kadang sebagai rekan kerja,dan kadang sebagai dua manusia yang sedang berusaha dewasa.
"Arya aku tidak tahu lagi kalau malam ini tidak ada kamu disebelahku." Jani membatin sambil menatap meja. Jani masi terlalu takut unuk menatap Arya. Takut air matanya terlihat Arya. Enak saja! Jani tidak akan memberikan kesempatan bagi Arya untuk mentertawakan kecengenganya malam ini.

Jani sekarang paham, sudah tidak ada yang bisa dia usahakan lagi. Pernikahan itu tinggal 48 jam lagi. Hatinya masih sedikit ngilu, dan mungkin memang akan ada sedikit bagian yang akan selalu terasa sakit. Biarlah bagian itu menjadi babak terburuk dalam hidupnya. Biarlah sakit itu tinggal di sudut hatinya agar ia selalu ingat bahwa ia pernah begitu menyayangi laki-laki itu.

Perlahan mata Jani menutup, nafasnya mulai teratur satu persatu, perasaanya sudah mulai menghangat. Lama-kelamaan Jani pun tertidur ditemani bisikan lembut suara Arya di telinga.

Comments

Popular Posts