Nostalgia 2009
Kamu percaya sama arti mimpi? Saya itu percaya gak percaya tapi setiap kali bangun tidur dengan mimpi yang terasa nyata, saya pasti langsung cari tahu artinya. Situs primbon, situs dari India, situs apapun saya kunjungi dan baca pelan-pelan. Saya penasaran dengan mimpi berulang di awal tahun 2021 lalu.
Awal tahun 2021 berkali-kali saya mimpi tentang ular. Mimpi melihat ular berwarna perak. Selang beberapa hari mimpi ular berganti kulit. Selang beberapa hari saya mimpi digigit ular tapi saya biasa aja. Sayangnya setiap situs yang saya baca bisa mengartikan beda. Satu situs bilang artinya kemujuran. Situs lain bilang kemalangan. Oh tentu saja karena saya tidak mau panik, saya hanya menaruh di kepala yang baik-baik saja.
Ular perak artinya kemakmuran. Ular berganti kulit artinya perubahan yang luar biasa. Digigit ular namun selamat artinya terhindar dari masalah. Nah kan, hidup saya jadi lebih ringan kalau disugesti hal baik. Saya tetap bisa bangun tidur dengan perasaan lega, berkemas dan tetap semangat berangkat kerja.
Benar saja dong, 2021 merupakan tahun dimana perubahan terjadi 180 derajat.
Sejak pertengahan 2018 saya memang mengincar sekolah lagi. Mengambil gelar S2 di luar negri. Semua persiapan sudah saya lakuin. Cuti untuk ambil kelas persiapan IELTS. Test IELTS nya sendiri yang sempat terkendala karena saya kena campak jerman. Sempat jadi bercandaan orang-orang kantor. Katanya saya kena campak Jerman pertanda saya kuliahnya harus di Jerman. Rajin ikutan seminar, open house kampus A B C D E F, pameran pendidikan, wah banyak sekali pokoknya. Sayangnya yang saya terima adalah surat penolakan : We regret to inform you that.... dan ini berkali-kali. Berkali-kali pula saya harus menelan ludah pahit, harus menahan air mata. Sampai-sampai saat ditolak salah satu kampus di New Zealand, saya sudah mati rasa.
Sampai di pertengahan 2019 saya didiagnosis TB kelenjar. Sedih sekali karena kalau mau ke luar negri kan kita diminta surat pernyataan bebas TB. Akhirnya saya fokus ke terapi obat dulu lalu operasi angkat benjolan di kelenjar. Eh ternyata bukan TB. Saya ikhtiar waktu itu, kalau benjolan ini cuma benjolan tak berarti, saya mau hidup lebih sehat. Akhirnya saya jadi member gym dan lebih rajin makan sayur. Berkah tersendiri karena saya rajin nge-gym, saya jadi pacaran sama Abang. Bukan, Abang bukan nge-gym juga. Abang rajin jemput saya pulang gym jadi kami punya banyak waktu buat pdkt.
2020 Corona masuk Indonesia. Hampir semua beasiswa ditutup. Saya merasa mungkin saya juga butuh istirahat menerima surat penolakan. Jujur saat itu saya sudah tidak tahu lagi mau apply universitas mana, negara apa, benua apa. Rasanya perwakilan tiap benua, saya punya surat penolakanya. Fokus saya ganti, saya pengen pindah kerja aja di Jakarta lalu beli rumah bareng Abang. 2020 jadi tahun pencapain tersendiri buat saya. Saya belum pernah nabung sebanyak itu dalam hidup saya. Lalu saya jadi sadar, kalau tujuanya jelas ternyata saya bisa ya nabung sebanyak itu.
2021 banyak negara bergerilya bikin vaksin. Saya seneng malapetaka corona sedikit ada jalan keluarnya. Ngeri tau kemana-mana apalagi saya pengidap autoimun. Beberapa beasiswa mulai buka lagi. Tapi saya punya fokus baru, mau beli rumah sama Abang. Setelah ngobrol panjang, Abang bilang kamu gak kepikiran buat sekolah di Indo aja? Kamu bisa sambil kerja kalau mau, jadi gausah andelin beasiswa. Bagi Hanna yang capek dapet surat penolakan, ini kayak angin segar. Saya makin giat apply kerja di Jakarta. Saya tau kerja di Cikarang akan sulit karena kampus saya di Jakarta nanti. Saya berencana meneruskan s2 di UI. Berbagai skenario saya coba urutkan :
1. Kuliah di UI kelas karyawan dengan gaji sendiri di Cikarang.
2. Kuliah di UI dengan LPDP DN
3. Kuliah di UI dengan beasiswa Jawa Barat ditambah gaji sendiri tapi pindah ke Jakarta. Cari kerja yang gak seberat di Cikarang.
Sayangnya nasib tidak semulus itu. Hingga hari terakhir pendafataran di UI, saya masih belum keterima dimana pun, rencana nomor 3 gagal. Beasiswa dalam negri juga pada belum buka, rencana no 2 gagal. Saya gak diijinin kerja sambil kuliah, rencana no 1 gagal. Dilema baru kan malahan.
Kalau semesta sudah mengatur, itu tuh rapi sekali loh. Saya akhirnya daftar ujian masuk UI di hari terakhir pendaftaran, tanggal 8 Maret 2021 saya masih ingat banget. Iya nekad. Akhir bulan saya ujian SIMAK berlanjut ujian dari prodi (tertulis dan wawancara). Saat itu saya sadar IELTS saya kadaluarsa akhir Maret. Saya dilema mau ujian IELTS lagi atau TOEFL ITP saja. Kalau niat saya sampai di UI, ITP cukup. Lumayan juga kan mengirit sampai 2,5 juta. Tapi akhirnya saya memutuskan IELTS saja, hitung-hitung jangkauan pengakuanya lebih luas kalau LPDP dalam negri tidak buka (lagi). Nah saya gambling di sini. udah keluar modal 4.2 juta saat itu. Oh ya IELTS nya saya belajar sendiri, lumayan mengirit 5 juta.
Tanggal 30 April saya terima pengumuman. Untuk pertama kali saya baca kata Selamat! IELTS saya pun hasilnya baik. Tapi anehnya saya gak nangis seneng. Saya pilu. Miris gitu. Funding-nya bagaimana ini? Alih-alih gembira, saya nangis sedih. Saya nangis baru lima menit, Abang kirimin saya link Mas Mentri di youtube launching program LPDP x Kemendikbud. Nangis saya berenti, ada harapan berarti LPDP Kemenkeu buka tahun ini. Tahun ini tapi gatau kapan. Baru seneng sebentar eh saya nangis lagi. Pasalnya uang SPP dan uang gedung minta dibayar penuh paling lambat 30 Mei. Mati gak tuh.
Singkat cerita saya telpon prodi minta defer 1 tahun, ternyata gak dikasih. Pilihanya ambil sekarang atau blacklist. Tanggal 4 Mei LPDP kemenkeu beneran buka. Saya gerilya mikirin biaya 30 juta sebagai uang masuk UI. Ternyata ada pilihan cicilan di UI. Waktu itu saya sekenanya aja curhat masalah ini di grup telegram LPDP eh ternyata banyak yang respon. Saya jadi tau ada istilah tunda pendaftaran karena tunda kuliah (defer) tidak boleh di PMIB UI. Selama setahun UI membuka 3x pendaftaran, di Februari, Juni, dan November. Saya ikut pendaftaran pertama di Februari tersebut, maka saya dapat mengajukan tunda pendaftaran ke gelombang kedua. Saya tidak perlu lagi ujian masuk namun semua periode daftar ulang dan pembayaran saya ikut jadwal gelombang kedua.
Jadwal gelombang kedua adalah maksimal pembayaran hingga akhir Agustus. Praise the Lord, kalau semua lancar, pengumuman LPDP terjadwal tanggal 22 Juli. Seperti tidak ada jeda untuk bernafas, selesai ujian ILETS di awal Mei, saya persiapkan esai, ujian, dan materi untuk wawancara LPDP. Semuanya ngebut hanya dalam waktu 2. Tentunya saya masih harus fokus dengan pekerjaan di kantor. Semua kesibukan ini lambat laun membuat mimpi saya kuliah di luar negri jadi memudar. Rasanya waktu 24 jam sehari itu kurang. Jam 6 paling telat saya sudah sampai kosan sepulang kerja setelah itu langsung sibuk ini itu. Membaca banyak sekali materi untuk membuat esai. Latihan TPA. Saya ingat sampai membeli 2 buku untuk latihan. Latihan wawancara dengan teman. Mendengar orang lain latihan wawancara. Di sini saya sangat beruntung punya segudang teman yang mau menanggapi esai saya. Memulas hingga rapih dan menarik. Segudang teman pula yang membantu latihan wawancara. Dan tentunya Abang yang mau rela memotong jam pacaran buat saya belajar, latihan wawancara juga meskipun kebanyakan ujungnya berantem karena saya kesel setiap dia yang jadi penanya pasti nyolot.
Tanggal 22 Juli saya resmi lolos beasiswa. Tanpa berpanjang-panjang saya mengurus pengunduran diri di kantor dan administrasi ke kampus. Semua lancar, lancar sekali malahan. Mungkin ini yang namanya memang sudah digariskan Tuhan. Saya kaget jujur keterima LPDP dalam negri, ini kali pertama saya coba LPDP. Saya nangis antara senang, lega, dan kecewa. Jujur jauh di dalam hati saya masih ada keinginan buat mencicipi studi di luar. Saya penasaran dengan sistem pendidikan di sana, lab di sana yang canggih, dan lain lain.
Tangis saya malam itu mengingatkan saya ke 12 tahun silam. Tahun 2009 saat saya keterima s1 di UI jalur UMB. Pengumuman tepat 2 jam sebelum kereta saya berangkat. Ya saya berencana SNMPTN di Jogja waktu itu karena saya mau ambil S1 di UGM. Jaman saya waktu itu, kamu harus tes di kota tempat universitas pilihan pertamamu berada. Saya inget nangis lama sekali. Kecut rasanya harus mengambil apa yang di depan mata dan merelakan mimpi saya waktu itu : S1 Teknik Kimia UGM.
Semua kejadian di 2009 rasanya seperti terulang di 2021. Perasaan senang tapi bercampur rasa kecut. Senangnya setengah hati. Jangan salah saya suka dengan jurusan yang saya ambil untuk S2 saat ini. Namun masih ada hati yang mengganjal seperti coba dulu saya lebih berjuang, lebih berani untuk jatuh sekolah di negara orang. Belajar menerima itu sulit. Satu hal yang saya pegang, being a student is a privilege.
Saya sekarang lagi belajar fokus dengan mengembangkan koneksi dan berusaha mengasah skill yang saya tahu bakal kepake di kerjaan saya nantinya. Di Indonesia, minim sekali dana penelitian, itu tantangan paling nyata di depan muka saya sekarang. Sepertinya, Tuhan nyuruh saya bergulat dengan keterbatasan ini. Selain itu dana hidup yang dirasa tidak cukup lumayan bikin sakit kepala. Saya mau bilang, pastiin kamu tahu persis dana yang akan kamu terima sebelum kamu apply beasiswa itu. Hitung dengan benar, apa cukup? Yang kamu biaya hanya kamu atau orang tua juga? Ingat tidak ada santunan untuk orang tua ya dari beasiswa apapun (setahu saya), adanya untuk istri dan anak. Dan yang terpenting apa kamu siap mental menurunkan pendapatan per bulan mu yang mungkin jadi kisaran 30%?
Kemarin saya cerita sama Abang mau resign sekolah karena ada tawaran kerja di Singapura. Abang cuma bilang, kamu tanggung jawab sama pilihan yang kamu ambil sendiri. Saya lama diam, kelamaan malah jadi gak belajar kemarin. Intinya mah ya :
Kalau kamu kehilangan sesuatu, cukup sesuatu itu saja. Jangan sampai kamu kehilangan semuanya.
Comments
Post a Comment