Sembilan Puluh Lima Persen

Enam bulan pertama aku dan abang berpacaran rasanya hmmm luar biasa. Begitu banyak rasa marah yang meledak. Begitu banyak sedih, kecewa, panik, dan lain lain dan lain lain. Lalu kenapa kita berdua masih terus berpacaran sampai sekarang? Karena kita tahu jauh di dalam hati kita masing-masing, kita saling menyayangi. Aku ingat beberapa kali Abang bertanya usai kita bertengkar, "Kamu masih sayang kan?" Mungkin ini terdengar seperti novel-novel remaja. Tapi bagi kami berdua ini sangat penting, buat apa melanjutkan kalau salah satu sudah menyerah bukan?

Adaptasi, bagiku itu hal yang paling menguras energi. Kami bertemu membawa cerita kami masing-masing. Kekecewaan dan trauma di masa lalu, seperti masih 1/2 melekat. Lalu kenapa berani memulai cerita baru kalau trauma di masa lalu masih terikat kuat? Semua dukungan, kehadiran, aku dapatkan saat aku harus beberapa kali konsultasi dengan psikolog. Masa-masa justru paling sulit setelah mengakhiri sesi. Begitu sebaliknya. Sejak saat itu aku punya pikiran, sesuatu yang buruk akan lebih mudah jika dibagi. Tentunya dengan orang yang tepat.

 Aku tipe orang yang beradaptasi sangat lambat. Sementara Abang sebaliknya. Dia yang lebih banyak menyesuaikan dirinya, hahahaa. Dia orang yang jarang sekali bicara tentang apa yang dia rasa. Aku rasa ini banyak di tanamkan di anak laki-laki di Indonesia. Aku tidak punya saudara laki-laki memang, jadi tidak bisa banyak bicara bagaimana anak laki-laki biasanya dididik. Stereotipe tentang laki-laki tidak boleh banyak mengeluh. Laki-laki harus kuat. For God's sake, baik laki-laki dan perempuan sama-sama manusia. Disini aku perlahan sering bertanya dan memintanya jujur tentang apa yang sebenarnya dia rasakan.

Jangan salah, kami berdua pun sampai sekarang bahkan sampai sudah bertahun-tahun menjadi suami istri nanti akan banyak belajar untuk bisa saling terbuka. Beberapa hari lalu aku pun baru tahu kesulitan yang dia alami tahun lalu. Seperti dibungkus rapi tapi aku merasa dan akhirnya bertanya (sedikit memaksa lebih tepatnya). Malamnya aku menangis lama, bagaimana bisa selama ini aku membiarkanya pusing sendiri.

Keterbukaan itu penting sekali. Jangan latih pasangan kita menjadi dukun. Kita suruh mereka tebak-tebak setiap saat. Itu melelahkan dan kurang berguna bagiku. Namun ada satu hal yang harus digarisbawahi. Tidak perlu aku dan dia menjadi kita 100%. Tetap perlu kurang lebih 5%, dari diri kita masing yang tetap dibiarkan begitu adanya. 


Comments

Popular Posts