9 cm


"Pak boleh gak Rabu depan aku berangkat ke Malang?" Jumat, jam makan siang, aku menelpon bapakku.
"Mau ngapain dek?" suara Bapakku tenang, sudah biasa menghadapi putrinya yang suka berkelana tiba-tiba.
"Mau mendaki Mahameru." suaraku gamang. Aku takut bapakku marah.
"Itu paling tinggi se Jawa kan? Aman dek memangnya?" mendadak bapakku khawatir.
"Iya nanti aku hati-hati." janji ini yang terucap. Bukan janji aku akan berhasil sampai di puncak.

Siang itu juga aku mengurus cuti ke HRD, setelah itu menitip belikan tiket ke temanku. Iya betul, empat hari lagi aku akan berangkat ke Mahameru.
Sorenya saat perjalanan pulang ke rumah, aku melamun. Mempertanyakan kesiapanku sendiri.

***
Rumahnya Mas Kentung, Kamis 28 Sep 2017

Ranupani, Kamis 28 Sep 2017

Ranu Kumbolo. Jumat 29 Sep 2017
Ki-ka : Nandez, Willy, Paul, saya, Angel, Veni, Felix, Dimas, Nael

Rabu sore kami berjanji bertemu di Stasiun Senen. Hanya empat dari sembilan yang sudah kukenal. Punya teman perjalanan baru memang selalu mengasyikan. Dan memang yang paling berkesan di pendakian kali ini adalah mereka. Sembilan orang ajaib yang akan aku kenalkan satu persatu.

Yang pertama namanya Veni. Pertama kali lihat aku mengira dia tomboi ternyata dia perempuan ibu kota tulen. Dandan dan nyalon tetap jadi prioritas, haha. Ini pendakian pertama Veni. Aku begitu kaget saat tahu. Tapi jangan remehkan Veni, mental dia jauh jauh lebih baik dibandingkanku. Bayangkan saja, saat summit attack Veni sudah bilang menyerah dan memilih beristirahat di batu. Selang 20 menit, tiba-tiba dia berdiri, menlanjutkan pendakian sambil berjoget. Iya berjoget! Aku tertawa terbahak melihat dia yang perlahan menyusulku di atas. Tentu saja Veni akhirnya berhasil summit. Congrats Ven!
Saat perjalanan turun ke Ranu Pane, entah mengapa capek kami hilang sudah. Kami berjalan santai sambil bergosip. Mulai dari Kristen Steward sudah botak sampai bapak-bapak suku Badui luar. Semua kami bicarakan. Menyenangkan sekali punya teman perjalana yang tahu banyak gosip.

Berikutnya adalah Willi. Willi pacaran dengan Veni. Mereka pasangan yang sampai stasiun jam 18.15 padahal kereta berangkat 18.15. Sungguh luar biasa bapak masinis mau nungguin. Willi dan Veni pun menjadi anak kesayangan bapak masinis.
Bagi Willi, ini juga pendakian pertamanya. Willi yang selalu berjalan di paling belakang, bukan karena dia lelet tapi karena mau jagain Veni. Hebat kamu Wil! Willi dengan selera humornya yang kadang naik dan kadang turun selalu membuat kita tertawa. Willi berhasil summit berbarengan dengan Veni tentunya. Congrats Willi!

Yang ketiga namanya Angel. Ini perjalanan kedua kami, sebelumnya kami sudah pernah nanjak bareng ke Ciremai. Angel adalah perempuan anti dingin. Aku ingat betul di Kalimati semua badanku sudah ngilu karena menggigil hebat. Setelah selesai memasak sup krim untuk makan malam bersama, aku langsung kabur ke tenda. Meringkuk di dalam sleeping bag. Malam itu suhu mungkin sudah dikisaran 3 derajat. Angel dan Veni yang melanjutkan memasak. Tidak lama Veni juga menyerah dan bergabung denganku di tenda. Angel masih terus memasak dan tidak memakai jaket dan sarung tangan! Ini keajaiban. Bayangkan Angel yang malam sebelumnya meringkuk di tenda saat di Ranu Kumbolo akibat kelelahan, sekarang dia yang paling bersemangat. Saat summit, Angel memilih untuk menunggui teman-temanya di bawah. Mungkin hanya kisaran 500-600 m sebelum summit, Angel beristirahat. Diantara kami semua, dialah yang paling lapang. Satu persatu menyelamati kami yang berhasil sampai di puncak. Kita ketemu di puncak berikutnya ya, Ngel!

Berikutnya Felix. Dia satu-satunya yang masih kuliah diantara kami. Anggota paling muda, paling semampai, tapi jangan salah dia sampai di puncak yang paling pertama. Dia sedang mengeyam pendidikan Teknik Fisika di Universitas Surya. Entah mengapa aku langsung senyum-senyum sendiri saat tahu ini. Seperti langsung merasa dekat. Membayakan dia yang beribu-ribu kilometer jauhnya.
Felix adalah orang paling ikhlas. Daypacknya rusak lumayan parah terutama dibagian pengikat pinggang dan pengikat di dada. Dia bahkan tidak protes sedikitpun. Ya memang, rusaknya tidak ada yang disengaja. Tapi dia amat tabah. Aku saja yang kebagian tukeran carrier dengan dia merasa kesal. Bawaan berat yang hanya ditanggung oleh punggung adalah siksaan yang cukup kejam. Felix! Rajinlah kuliah, semoga bisa cepat kerja lalu beli daypack baru atau sekalian carrier baru.

Yang kelima Nael. Terakhir ketemu Nael pas pendakian ke Papandayan. Tiga tahun lalu ya. Setelah itu Nael harus pergi jauh ke negri tetangga supaya tambah pinter. Nah sekarang Nael udah pinter jadinya udah pulang ke tanah air.
Nael satu-satunya yang bawa carrier saat muncak. Super ya si Nael ini. Dia yang diberi tugas mulia membawa air minum beserta sarapan yang ternyata tak termakan sampai balik lagi ke Kalimati. Nael anak vlog sejati disaat semua sudah kelelahan dan bersandar di bebatuan, Nael mengeluarkan kamera dan memulai membuat rekaman. Hmmm menarik...

Paul dan Dimas. Bagaikan Upin dan Ipin. Paul selalu di paling belakang dan Dimas selalu di paling depan. Mereka yang mengemban tugas paling banyak. Mulai dari urus tiket, belanja logistik, bawa logistik, bawa tenda, bikin tenda, penunjuk jalan. Luar biasa lah dua pendaki ini.
Paul adalah orang yang memiliki andil paling besar atas keterlibatan saya di pendakian ini. Mulai dari ngajakin tak henti, terus saya tanggepin, terus saya galau tapi masih tanggepin, terus message-nya saya read doang, sampe akhirnya Jumat siang saya tlp untuk bilang ikutan.
Dimas adalah orang yang mendorong saya bisa sampai di puncak. Dimas adalah kacung saya selama memasak. Meskipun dia cerewet tapi alhamdulilah ya masakanya tetep jadi dan kemakan semua.

Yang terakhir Nandez. Aku ingat pertama kali kenalan dia mengaku namanya Nando. Ah mungkin dia penggemar pemain telenovela Fernando Hose.
Nandez kecanduan rokok sama seperti dia kecanduan gunung. Sembari menghabiskan rokok, mulutnya tidak berhenti mengelurkan candaan. Kami tertawa besar-besar sampai-sampai lupa sedang membawa carrier. Warung di pos berikut adalah tujuan hidupnya selama pendakian. Tidak heran jika dia sedih saat tahu di Kalimati tidak ada warung. Nandez badanya paling besar tapi hatinya paling mirip Hello Kitty, terlihat saat dia meleleh melihat keindahan padang Edelweiss di Jambangan.
Nandez juga langsung terkena penyakit lemah ketika bertemu dinginya malam di gunung, tapi dengkuranya selalu menjadi musik malam yang semarak di gunung.

***

Saya ingat betul. Turun dari puncak, saya Felix dan Nandez jadi trio kwek-kwek. Nandez terduduk di hamparan pasir dan ngorok begitu saja. Saya dan Felix pun pasrah menunggui dia tertidur. Berbagai teori fisika sudah habis kami perbincangkan (gaya) tapi Nandez masih mengorok.
Tidak lama diapun terbangun lalu kami melanjutkan perjalanan sambil menahan haus yang tidak masuk akal lagi. Botol-botol plastik yg kosong kami tungging-tunggingkan. Berharap tetes terakhir bisa membasahi tenggorokan. Akhirnya embun-embun menetes dari dalam botol. Udara dingin yang terperangkap di botol sudah berubah menjadi tetesan embun berkat matahari yang mulai meninggi. Ya Tuhan, ini pertama kali saya begitu menikmati satu tetes air.

Saya begitu bersyukur bertemu dengan delapan jagoan ini. Mereka luar biasa hebat, setia kawan tinggi, tekad yang kuat, fisik tidak usah dipertanyakan. Pokoknya mereka semua calon menantu idaman.
Entahlah, tanpa mereka semua, saya gak yakin bisa sampai puncak Mahameru.
Tapi ingat tujuan utama pendakian bukanlah sampai di puncak tapi bisa kembali dengan selamat di rumah. Ini pesan dari mas Ranger di Semeru.

Mahameru, Sabtu 30 Sep 2017
with Veni, ini Willy yang ambil foto


Comments

Popular Posts